Minggu, 06 Oktober 2013

KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE

Interaksi yang dinamis dan harmonis antara mahluk hidup dan lingkungannya akan membentuk suatu tatanan ekosistem. Komponen abiotik dan juga biotik yang menjadi dua unsur penting dalam tatanan ekosistem saling terkait satu sama lainnya. Keterkaitan ini menjadikan interaksi di antara mereka tak bisa dipisahkan. Namun, keseimbangan tersebut akan bermuara pada kerusakan ekosistem dimana lingkungan bukan lagi tempat yang nyaman bagi organisme tersebut untuk tinggal dan hidup.
Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan hilangnya sumber daya air, udara, tanah, kerusakan ekosistem dan punahnya fauna liar. Gambaran kerusakan ekosistem pesisir juga bisa dilihat dari kemerosotan sumberdaya alam yang signifikan di kawasan pesisir, baik pada ekosistem hutan pantai, ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain, yang berakibat langsung pada menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir.
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Hutan mangrove umumnya banyak terdapat di daerah pesisir, seperti pantai-pantai yang terlindung dari aktivitas gelombang besar dan arus pasang surut air laut dan tumbuh optimal di wilayah pantai yang memiliki muara sungai besar serta estuaria dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur (Dahuri et al, 1996).
Dewasa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan mangrove secara drastis. Ironinya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang pasti mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun telah berubah bentang lahannya, karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki batasan yang jelas. Terkait dengan faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem mangrove, Kusmana (2003) menambahkan ada tiga faktor utama penyebab kerusakan mangrove, yaitu pencemaran, konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan faktor lingkungan dan  penebangan yang berlebihan.

1.    Kerusakan Alami
Kebakaran hutan mangrove yang pernah terjadi di lahan Pesisir Timur Sembilang pada tahun 1980 – 1990an berhubungan dengan pembukaan lahan yang luas ( untuk perkebunan dan transmigrasi) dan oleh penduduk setempat. Sedangkan kebakaran yang terjadi pada tahun 1997 disebabkan oleh kegiatan penebangan liar, nelayan dan pengembangan kawasan transmigrasi (Dennis et al 2000). Kerusakan yang ditimbulkan karena factor biologi adalah serangan hama. Hama pada tanaman mangrove yang ditemukan di beberapa tempat secara singkat dapay dijelaskan sebagai berikut :
• Ulat ( Lepidoptera )
Ulat kantong Acanthopsyche sp. (Lepidoptera, psychidae) menyerang tanaman Bruguierai spp (tancang) di Cilacap, Rhizophora spp di Purwakarta dan Rhizophora mucronata di Pemalang. Bagian tanaman yang diserang ulat kantong ini adalah bagian daunnya. Daging daun merupakan bagian yang dimakan, urat- urat dan tulang daun tetap utuh. Apabila sebagian besar daging daun habis dimakan, daun akan kering. Tanaman muda yang sebagian besar daun- daun dan kuncup ujung diserang ulat berakibat kematiannya.
Ulat bulu (Lepidoptera) menyerang tanaman Rhizophora spp di Pemalang, Brebes, Purwakarta. hama ini hamper tiap tahun menyerang tanaman bakau muda yaitu ulat bulu dan sebangsa ulat kantong. Ulat memakan daun sejak menetas sampai menjelang kepompong. Tanaman bakau yang daunnya habis dimakan ulat pada lahan kondisi mongering umumnya mati. Meningkatnya populasi ulat diperkirakan karena langka predator. Usaha penanggulangan pada daun bakau yang diserang dengan menggunakan tangan dan dikeprak, namun karena populasinya tinggi dicoba dengan insektisida yang sangat terbatas dan diatur pelaksanaannya disesuaikan dengan tata waktu kegiatan empang parit.
Ulat pucuk tunas Capua endoeypa (Lepidoptera) menyerang tanaman Rhizopara mucronata di Bali. Ulat yang merupakan larva didalam tunas bibit dan memakan tunas tersebut sebelum daun terbuka. Meskipun bibit tidak akan mati, tetapi akan terhenti atau menjadi lambat pertumbuhan sehingga akan menurun kualitasnya. Adanya serangan ini ditandai oleh adanya telur maupun lubang- lubang kecil pada pucuk tunas bibit. Pengendaliannya dengan cara membuka tunas yang ditandai adanya lubang- lubang kecil, kemudian ulat diambil dan dibunuh.
Ulat daun Dasyehira sp,memakan daun semai Avicenmia marma di Bali. Ulat dapat diatasi dengan memasang jaring plastik diatas bedeng, setelah jaring dibuka, sebaiknya segera diperiksa dan bila dijumpai segera dibunuh. Bila terjadi kerusakan serius bisa disemprot dengan insektisida atau dipindahkan ke bedeng pasang surut.
• Kutu sisik chionapsis sp ( hemiptera, diaspididae)
Hama ini dilaporkan menyerang tanaman reboisasi dari jenis Rhizhopora di Bali tahun 1995 dan kutu sisik berbentuk bulat telur ujungnya membesar yang dilindungi oleh perisai yang lunak. Serangan kutu sisik ini akan menyebabkan daun   menguning dan akhirnya kering. Cara mengendalikan kutu sisik dari hasil penelitian dengan menggunakan fluorbac FC dengan bahan aktif bacilius turingiensisi  dan asodrin 15 wsc, rata- rata serangan hama menurun bahkan sebagian pohon tampak pulih dan berangsur- angsur sehat.
• Belalang
Belalang sering menyerang tanaman mangrove dengan memakan daunnya terutama yang masih muda. Penanganannya belalang diambil atau bila jumlahnya banyak  dengan menggunakan insektisida. Namun penggunaan insektisida tidak dianjurkan.
• Laba- laba
Laba-laba hidup/ bersarang pada tanaman bakau yang kecil dan besar, bambu pancang penguat tanggul, pemakan diantara rekahan sawah dan gulma serta gubug- gubug pantai. Hama laba- laba menyerang tanaman bakau pada bulan kering, baik yang muda maupun tua. Pada tanaman muda laba-laba dapat mematikan tanaman karena tajuk tanaman seluruhnya dibalut rapat oleh jaring laba-laba. Tajuk yang terbungkus dalam waktu lama akan menyebabkan tanaman bakau kering dan mati. Serangan akan lebih hebat jika lingkungan terbuka tanpa tanaman lain. Usaha penanggulangan dengan cara membuikan tempat pemijahan laba- laba berupa vegetasi pada galengan empang parit, bamboo perangkap sekitar empang parit diikuti cara mekanis.
• Ketam
Ketam (Sesarma spp) menyerang buah atau benih Brugmera gymnorrhriza dan Rhizophora spp di Cilacap. Hama ini menyerang pada benih bakau yang masi segar karena mengandung protein karbohidrat ( zat gula). Untuk mengurangi yaitu dengan menurunkan kadar gula benih disimpan selama 1 minggu atau membuat pagar kecil sekitar benih dengan daun paku- pakuan atau menggunakan bumbung bambu.
• Mamalia
Mamalia termasuk hama yang dapat merusak tanaman mangrove diantaranya kera, kerbau, sapi, dan kambing. Binatang ini akan memakan daun yang masih muda hingga habis dan akhirnya tumbuhan mangrove akan mati. Untuk menanggulangi hewan tersebut harus dihalau dan jangan dilepas untuk merumput di dekat tanaman mangrove yang baru tanam.

2.    Kerusakan Akibat Aktivits Manusia Dalam Pembangunan
Faktor utama penyebab kerusakan hutan bakau di Balikpapan adalah bisnis kelapa sawit, industri pesisir, dan perumahan. Terhitung 20 ribu hektar kawasan hutan bakau mengalami kerusakan. Sebagian besar dari hutan bakau yang rusak tersebut telah berganti menjadi perkebunan kelapa sawit dan pabrik pengelolaannya. Kasus pengrusakan hutan bakau di Balikpapan terus meningkat setiap tahunnya. Sekitar 14 ribu hektar hutan bakau di Balikpapan Barat dan Balikpapan Utara serta 6 ribu hektar hutan bakau di Balikpapan Timur mengalami kerusakan.
Wilayah Teluk Balikpapan yang merupakan lokasi deretan hutan bakau di pesisir barat Balikpapan, banyak ditemui sampah plastik dan rokok yang menyangkut di ranting ataupun mendangkalkan perairan teluk. Pengembangan perkebunan kelapa sawit, industri pesisir terutama Kawasan Industri Kariangau dan kompleks perumahan besar telah menebang bakau di tepi pantai dan pinggiran sungai di teluk ini. Penebangan yang paling parah terjadi di wilayah Ulu teluk, kawasan ini menjadi gersang akibat konversi lahan yang ekstensif untuk perkebunan sawit dan pabrik pengolahannya.
Konsekuensi dari pembangunan Jembatan Pulau Balang yaitu kerusakan hutan dalam skala besar baik secara langsung maupun tidak langsung, pembukaan akses ke hutan, kebakaran lahan, pembangunan ilegal, perburuan hewan yang dilindungi dan pengembangan industri yang tidak bisa dibatasi. Pembangunan jembatan tersebut juga membuat hutan bakau di Teluk Balikpapan terisolasi dengan hutan sekunder yang merupakan tempat bekantan mencari makan.
Menurut Purwoko & Onrizal (2002), interaksi yang tinggi antara masyarakat dengan kawasan hutan biasanya membawa dampak yang cukup serius terhadap ekosistem kawasan maupun terhadap fungsi dan keunikannya. Dari satu sisi, hal ini mengindikasikan bahwa keterlibatan sektor kehutanan dalam perekonomian dan kontribusinya terhadap perekonomian rakyat sudah cukup intensif. Namun di sisi yang lain, dampak degradasi ekosistem mangrovenya terhadap perekonomian wilayah pesisir secara keseluruhan jauh lebih serius. Padahal kelestarian ekosistem mangrove mutlak harus tetap dipelihara sebagai satu-satunya cara untuk mempertahankan peran, fungsi serta keseimbangan ekosistem kehidupan di sekitar kawasan pesisir.

3.    Beban pencemaran lingkungan
Tumpahan minyak bumi dan hasil- hasil olahannya dengan kapal laut semakin meningkat. Kebocoran, tumpahan dan pembuangan bahan tersebut ke laut sudah sering terjadi. Di berbagai tempat, jalur- jalur angkutan ini berbatasan dengan kawasan mangrove (misalnya selat Malaka) dan kebocoran setra pembuangan minyak dengan sengaja telah menunjukkan dampak negative yang nyata terhadap mangrove. Efek kehadiran minyak di mangrove dapat dibedakan dalam dua kategori. Kategori pertama adalah efek laut yang akut, segera terlihat dan berkaitan dengan pelaburan oleh minyak pada permukaan tumbuhan (pepagan, akar tunjang, akar napas) yang mempunyai fungsi dalam pertukaran udara. Dalam kondisi pelaburan oleh minyak yang sangat kuat, tumbuhan mangrove dapat mati dalam waktu 72 jam. Pengguguran daun dan kematian pohon- pohon mangrove di tempat –tempat yang paling berpengaruh terjadi 4- 5 minggu. Kategori kedua berkaitan dengan peracunan kronik dalam jangka panjang tumbuhan mangrove dan fauna yang bersangkutan oleh komponen racun yang terkandung dalam minyak.
Kegiatan pertanian, agro- industri, industry kimia dan rumah tangga menghasilkan limbah dalam jumlah yang beraneka dan kemudian dibuang ke sungai atau pantai. Limbah cair terlarut atau membentuk suspensi dalam air. Sebagian limbah cair ini berupa bahan anorganik yang juga terdapat di alam, tetapi kehadiran dalam jumlah berlebihan dalam lingkungan akuatik menyebabkan bahan itu tidak semuanya dapat didaur ulang secara alami. Dalam banyak kasus, pestisida dan antibiotic juga kerap kali digunakan, bahkan untuk pengolahan tambak tradisional.
Penambangan mineral mineral, telah berkembang di kawasan pesisir. Penambangan dalam ekosistem mangrove mengakibatkan kerusakan total, sedangkan penambangan di daerah sekitarnya dapat menimbulkan berbagai macam efek yang merusak. Efek yang paling mencolok adalah pengendapan bahan-bahan yang dibawa air permukaan ked an dalam mangrove.  Pengendapan yang berlebihan akan merusak mangrove karena terjadinya penghambatan pertukaran air, hara dan udara dalam substrat dan air diatasnya. Bila proses pertukaran ini tidak berlangsung, kematian mangrove akan terjadi dalam waktu singkat. Terhentinyaa sebagian proses pertukaran menimbulkan tekanan pada mangrove, yang terlihat pada penurunan produktifitas dan kemampuan. Selanjutnya jaringan makanan yang berlandaskan pada adanya detritus di mangrove terganggu pula dan secara keseluruhan dapat menurunkan pula produktivitas ikan.
Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya. Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak terhadap ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove di Pesisir Kota Batam secara kasat mata telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyebab langsung maupun karena faktor-faktor pemicu lainnya.  Salah satu penyebab rusaknya ekosistem mangrove di Pesisir Kota Batam adalah pencemaran air laut terutama karena ulah manusia yang tanpa sadar lingkungan melakukan pembuangan limbah baik limbah cair maupun limbah padat. Jika kita melihat Pantai Nongsa, sampah-sampah tersebar pula di sepanjang pesisir pantai. Selain itu, yang tak kalah membuat miris adalah beragam proyek pembangunan, alih fungsi lahan, maupun penebangan kayu mangrove.



DAFTAR ACUAN

Anonim. 2011. Kerusakan Hutan Bakau di Balikpapan. http://id. wikipedia.org/wiki/Kerusakan_hutan_bakau_di_Balikpapan. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15 WIB

Anonim. 2012. Kerusakan Ekosistem Air Laut. http://www.bimbingan.org/ kerusakan-ekosistem-air-laut.htm. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15 WIB

Anonim. 2013. Kerusakan Mangrove di Batam. http://green.kompasiana.com/ penghijauan/2013/08/26/batam-kota-pusat-pertumbuhan-dan-ancaman-kerusakan-mangrove-586444.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15 WIB

Anonim. 2013. Penyebab Kerusakan Ekosistem. http://ekosistem-ekologi. blogspot.com/2013/02/penyebab-kerusakan-ekosistem.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15 WIB

Hauliah, Sary. 2012. Kerusakan Ekosistem Mangrove. http://saryhauliah. blogspot.com/2012/01/kerusakan-ekosistem-mangrove-dan.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar