Interaksi
yang dinamis dan
harmonis antara mahluk
hidup dan lingkungannya akan membentuk suatu tatanan ekosistem. Komponen
abiotik dan juga biotik yang menjadi dua unsur penting dalam tatanan ekosistem
saling terkait satu sama lainnya. Keterkaitan ini menjadikan interaksi di
antara mereka tak bisa dipisahkan. Namun, keseimbangan tersebut akan bermuara
pada kerusakan ekosistem dimana lingkungan bukan lagi tempat yang nyaman bagi
organisme tersebut untuk tinggal dan hidup.
Kerusakan lingkungan adalah deteriorasi lingkungan dengan
hilangnya sumber daya air, udara, tanah, kerusakan ekosistem dan punahnya fauna
liar. Gambaran kerusakan ekosistem pesisir juga bisa dilihat dari kemerosotan
sumberdaya alam yang signifikan di kawasan pesisir, baik pada ekosistem hutan pantai,
ekosistem perairan, fisik lahan dan lain-lain, yang berakibat langsung pada
menurunnya tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir.
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis
yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur (Bengen, 2000). Hutan
mangrove umumnya banyak terdapat di daerah pesisir, seperti pantai-pantai yang
terlindung dari aktivitas gelombang besar dan arus pasang surut air laut dan
tumbuh optimal di wilayah pantai yang memiliki muara sungai besar serta
estuaria dan delta yang aliran airnya banyak mengandung lumpur (Dahuri et al,
1996).
Dewasa ini terjadi penurunan luasan dan kualitas hutan
mangrove secara drastis. Ironinya, sampai sekarang tidak ada data aktual yang
pasti mengenai luasan hutan mangrove, baik yang kondisinya baik, rusak maupun
telah berubah bentang lahannya, karena umumnya hutan mangrove tidak memiliki
batasan yang jelas. Terkait dengan faktor-faktor penyebab kerusakan ekosistem
mangrove, Kusmana (2003) menambahkan ada tiga faktor utama penyebab kerusakan
mangrove, yaitu pencemaran, konversi hutan mangrove yang kurang memperhatikan
faktor lingkungan dan penebangan yang
berlebihan.
1.
Kerusakan Alami
Kebakaran hutan mangrove yang pernah terjadi di lahan
Pesisir Timur Sembilang pada tahun 1980 – 1990an berhubungan dengan pembukaan
lahan yang luas ( untuk perkebunan dan transmigrasi) dan oleh penduduk
setempat. Sedangkan kebakaran yang terjadi pada tahun 1997 disebabkan oleh
kegiatan penebangan liar, nelayan dan pengembangan kawasan transmigrasi (Dennis
et al 2000). Kerusakan yang
ditimbulkan karena factor biologi adalah serangan hama. Hama pada tanaman
mangrove yang ditemukan di beberapa tempat secara singkat dapay dijelaskan
sebagai berikut :
• Ulat ( Lepidoptera )
Ulat kantong Acanthopsyche sp. (Lepidoptera, psychidae)
menyerang tanaman Bruguierai spp (tancang) di Cilacap, Rhizophora spp di
Purwakarta dan Rhizophora mucronata di Pemalang. Bagian tanaman yang diserang
ulat kantong ini adalah bagian daunnya. Daging daun merupakan bagian yang
dimakan, urat- urat dan tulang daun tetap utuh. Apabila sebagian besar daging
daun habis dimakan, daun akan kering. Tanaman muda yang sebagian besar daun-
daun dan kuncup ujung diserang ulat berakibat kematiannya.
Ulat bulu (Lepidoptera) menyerang tanaman Rhizophora spp
di Pemalang, Brebes, Purwakarta. hama ini hamper tiap tahun menyerang tanaman
bakau muda yaitu ulat bulu dan sebangsa ulat kantong. Ulat memakan daun sejak
menetas sampai menjelang kepompong. Tanaman bakau yang daunnya habis dimakan
ulat pada lahan kondisi mongering umumnya mati. Meningkatnya populasi ulat
diperkirakan karena langka predator. Usaha penanggulangan pada daun bakau yang
diserang dengan menggunakan tangan dan dikeprak, namun karena populasinya
tinggi dicoba dengan insektisida yang sangat terbatas dan diatur pelaksanaannya
disesuaikan dengan tata waktu kegiatan empang parit.
Ulat pucuk tunas Capua endoeypa (Lepidoptera) menyerang
tanaman Rhizopara mucronata di Bali. Ulat yang merupakan larva didalam tunas
bibit dan memakan tunas tersebut sebelum daun terbuka. Meskipun bibit tidak
akan mati, tetapi akan terhenti atau menjadi lambat pertumbuhan sehingga akan
menurun kualitasnya. Adanya serangan ini ditandai oleh adanya telur maupun
lubang- lubang kecil pada pucuk tunas bibit. Pengendaliannya dengan cara
membuka tunas yang ditandai adanya lubang- lubang kecil, kemudian ulat diambil
dan dibunuh.
Ulat daun Dasyehira sp,memakan daun semai Avicenmia marma
di Bali. Ulat dapat diatasi dengan memasang jaring plastik diatas bedeng,
setelah jaring dibuka, sebaiknya segera diperiksa dan bila dijumpai segera
dibunuh. Bila terjadi kerusakan serius bisa disemprot dengan insektisida atau
dipindahkan ke bedeng pasang surut.
• Kutu sisik chionapsis sp (
hemiptera, diaspididae)
Hama ini dilaporkan menyerang tanaman reboisasi dari jenis Rhizhopora di
Bali tahun 1995 dan kutu sisik berbentuk bulat telur ujungnya membesar yang
dilindungi oleh perisai yang lunak. Serangan kutu sisik ini akan menyebabkan
daun menguning dan akhirnya kering.
Cara mengendalikan kutu sisik dari hasil penelitian dengan menggunakan fluorbac
FC dengan bahan aktif bacilius turingiensisi
dan asodrin 15 wsc, rata- rata serangan hama menurun bahkan sebagian
pohon tampak pulih dan berangsur- angsur sehat.
• Belalang
Belalang sering menyerang tanaman mangrove dengan memakan daunnya terutama
yang masih muda. Penanganannya belalang diambil atau bila jumlahnya banyak dengan menggunakan insektisida. Namun
penggunaan insektisida tidak dianjurkan.
• Laba- laba
Laba-laba hidup/ bersarang pada tanaman bakau yang kecil dan besar, bambu
pancang penguat tanggul, pemakan diantara rekahan sawah dan gulma serta gubug-
gubug pantai. Hama laba- laba menyerang tanaman bakau pada bulan kering, baik
yang muda maupun tua. Pada tanaman muda laba-laba dapat mematikan tanaman
karena tajuk tanaman seluruhnya dibalut rapat oleh jaring laba-laba. Tajuk yang
terbungkus dalam waktu lama akan menyebabkan tanaman bakau kering dan mati.
Serangan akan lebih hebat jika lingkungan terbuka tanpa tanaman lain. Usaha
penanggulangan dengan cara membuikan tempat pemijahan laba- laba berupa
vegetasi pada galengan empang parit, bamboo perangkap sekitar empang parit
diikuti cara mekanis.
• Ketam
Ketam (Sesarma spp) menyerang buah atau benih Brugmera gymnorrhriza dan
Rhizophora spp di Cilacap. Hama ini menyerang pada benih bakau yang masi segar
karena mengandung protein karbohidrat ( zat gula). Untuk mengurangi yaitu
dengan menurunkan kadar gula benih disimpan selama 1 minggu atau membuat pagar
kecil sekitar benih dengan daun paku- pakuan atau menggunakan bumbung bambu.
• Mamalia
Mamalia termasuk hama yang dapat merusak tanaman mangrove diantaranya kera,
kerbau, sapi, dan kambing. Binatang ini akan memakan daun yang masih muda
hingga habis dan akhirnya tumbuhan mangrove akan mati. Untuk menanggulangi
hewan tersebut harus dihalau dan jangan dilepas untuk merumput di dekat tanaman
mangrove yang baru tanam.
2.
Kerusakan Akibat Aktivits Manusia Dalam Pembangunan
Faktor utama penyebab kerusakan hutan bakau di Balikpapan
adalah bisnis kelapa sawit, industri pesisir, dan perumahan. Terhitung 20 ribu
hektar kawasan hutan bakau mengalami kerusakan. Sebagian besar dari hutan bakau
yang rusak tersebut telah berganti menjadi perkebunan kelapa sawit dan pabrik
pengelolaannya. Kasus pengrusakan hutan bakau di Balikpapan terus meningkat
setiap tahunnya. Sekitar 14 ribu hektar hutan bakau di Balikpapan Barat dan
Balikpapan Utara serta 6 ribu hektar hutan bakau di Balikpapan Timur mengalami
kerusakan.
Wilayah Teluk Balikpapan yang merupakan lokasi deretan
hutan bakau di pesisir barat Balikpapan, banyak ditemui sampah plastik dan
rokok yang menyangkut di ranting ataupun mendangkalkan perairan teluk.
Pengembangan perkebunan kelapa sawit, industri pesisir terutama Kawasan
Industri Kariangau dan kompleks perumahan besar telah menebang bakau di tepi
pantai dan pinggiran sungai di teluk ini. Penebangan yang paling parah terjadi
di wilayah Ulu teluk, kawasan ini menjadi gersang akibat konversi lahan yang
ekstensif untuk perkebunan sawit dan pabrik pengolahannya.
Konsekuensi dari pembangunan Jembatan Pulau Balang yaitu
kerusakan hutan dalam skala besar baik secara langsung maupun tidak langsung,
pembukaan akses ke hutan, kebakaran lahan, pembangunan ilegal, perburuan hewan
yang dilindungi dan pengembangan industri yang tidak bisa dibatasi. Pembangunan
jembatan tersebut juga membuat hutan bakau di Teluk Balikpapan terisolasi
dengan hutan sekunder yang merupakan tempat bekantan mencari makan.
Menurut Purwoko & Onrizal (2002), interaksi yang
tinggi antara masyarakat dengan kawasan hutan biasanya membawa dampak yang
cukup serius terhadap ekosistem kawasan maupun terhadap fungsi dan keunikannya.
Dari satu sisi, hal ini mengindikasikan bahwa keterlibatan sektor kehutanan
dalam perekonomian dan kontribusinya terhadap perekonomian rakyat sudah cukup
intensif. Namun di sisi yang lain, dampak degradasi ekosistem mangrovenya
terhadap perekonomian wilayah pesisir secara keseluruhan jauh lebih serius.
Padahal kelestarian ekosistem mangrove mutlak harus tetap dipelihara sebagai
satu-satunya cara untuk mempertahankan peran, fungsi serta keseimbangan
ekosistem kehidupan di sekitar kawasan pesisir.
3.
Beban pencemaran lingkungan
Tumpahan minyak bumi dan hasil- hasil olahannya dengan
kapal laut semakin meningkat. Kebocoran, tumpahan dan pembuangan bahan tersebut
ke laut sudah sering terjadi. Di berbagai tempat, jalur- jalur angkutan ini
berbatasan dengan kawasan mangrove (misalnya selat Malaka) dan kebocoran setra
pembuangan minyak dengan sengaja telah menunjukkan dampak negative yang nyata
terhadap mangrove. Efek kehadiran minyak di mangrove dapat dibedakan dalam dua
kategori. Kategori pertama adalah efek laut yang akut, segera terlihat dan
berkaitan dengan pelaburan oleh minyak pada permukaan tumbuhan (pepagan, akar
tunjang, akar napas) yang mempunyai fungsi dalam pertukaran udara. Dalam
kondisi pelaburan oleh minyak yang sangat kuat, tumbuhan mangrove dapat mati
dalam waktu 72 jam. Pengguguran daun dan kematian pohon- pohon mangrove di
tempat –tempat yang paling berpengaruh terjadi 4- 5 minggu. Kategori kedua
berkaitan dengan peracunan kronik dalam jangka panjang tumbuhan mangrove dan
fauna yang bersangkutan oleh komponen racun yang terkandung dalam minyak.
Kegiatan pertanian, agro- industri, industry kimia dan
rumah tangga menghasilkan limbah dalam jumlah yang beraneka dan kemudian
dibuang ke sungai atau pantai. Limbah cair terlarut atau membentuk suspensi
dalam air. Sebagian limbah cair ini berupa bahan anorganik yang juga terdapat
di alam, tetapi kehadiran dalam jumlah berlebihan dalam lingkungan akuatik
menyebabkan bahan itu tidak semuanya dapat didaur ulang secara alami. Dalam
banyak kasus, pestisida dan antibiotic juga kerap kali digunakan, bahkan untuk
pengolahan tambak tradisional.
Penambangan mineral mineral, telah berkembang di kawasan
pesisir. Penambangan dalam ekosistem mangrove mengakibatkan kerusakan total,
sedangkan penambangan di daerah sekitarnya dapat menimbulkan berbagai macam
efek yang merusak. Efek yang paling mencolok adalah pengendapan bahan-bahan
yang dibawa air permukaan ked an dalam mangrove. Pengendapan yang berlebihan akan merusak
mangrove karena terjadinya penghambatan pertukaran air, hara dan udara dalam
substrat dan air diatasnya. Bila proses pertukaran ini tidak berlangsung,
kematian mangrove akan terjadi dalam waktu singkat. Terhentinyaa sebagian
proses pertukaran menimbulkan tekanan pada mangrove, yang terlihat pada
penurunan produktifitas dan kemampuan. Selanjutnya jaringan makanan yang
berlandaskan pada adanya detritus di mangrove terganggu pula dan secara
keseluruhan dapat menurunkan pula produktivitas ikan.
Dampak ekologis akibat berkurang dan rusaknya ekosistem
mangrove adalah hilangnya berbagai spesies flora dan fauna yang berasosiasi
dengan ekosistem mangrove, yang dalam jangka panjang akan mengganggu
keseimbangan ekosistem mangrove khususnya dan ekosistem pesisir umumnya.
Kegiatan manusia baik sengaja maupun tidak sengaja telah menimbulkan dampak
terhadap ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove di Pesisir Kota Batam secara
kasat mata telah mengalami kerusakan yang disebabkan oleh penyebab langsung
maupun karena faktor-faktor pemicu lainnya.
Salah satu penyebab rusaknya ekosistem mangrove di Pesisir Kota Batam
adalah pencemaran air laut terutama karena ulah manusia yang tanpa sadar
lingkungan melakukan pembuangan limbah baik limbah cair maupun limbah padat.
Jika kita melihat Pantai Nongsa, sampah-sampah tersebar pula di sepanjang
pesisir pantai. Selain itu, yang tak kalah membuat miris adalah beragam proyek
pembangunan, alih fungsi lahan, maupun penebangan kayu mangrove.
DAFTAR ACUAN
Anonim. 2011.
Kerusakan Hutan Bakau di Balikpapan. http://id. wikipedia.org/wiki/Kerusakan_hutan_bakau_di_Balikpapan. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15
WIB
Anonim. 2012.
Kerusakan Ekosistem Air Laut. http://www.bimbingan.org/ kerusakan-ekosistem-air-laut.htm. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15
WIB
Anonim. 2013.
Kerusakan Mangrove di Batam. http://green.kompasiana.com/ penghijauan/2013/08/26/batam-kota-pusat-pertumbuhan-dan-ancaman-kerusakan-mangrove-586444.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15
WIB
Anonim. 2013.
Penyebab Kerusakan Ekosistem. http://ekosistem-ekologi. blogspot.com/2013/02/penyebab-kerusakan-ekosistem.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15
WIB
Hauliah, Sary.
2012. Kerusakan Ekosistem Mangrove. http://saryhauliah. blogspot.com/2012/01/kerusakan-ekosistem-mangrove-dan.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2013 pada pukul 14. 15
WIB