Tsunami
adalah perubahan permukaan laut dengan tiba-tiba dan secara vertikal yang
menyebabkan adanya perpindahan badan air. Kata tsunami berasal dari bahasa
Jepang yang dalam artian harfiahnya dapat di artikan ombak besar yang ada di
pelabuhan. Tsunami ini dapat terjadi karena pengaruh beberapa faktor. Hal yang
menyebabkan terjadinya perubahan permukaan laut contohnya seperti gempa bumi
yang pusatnya ada di bawah laut, letusan gunung api bawah laut (faktor
vulkanik), adanya longsor yang terjadi di bawah laut, hingga adanya meteor yang
jatuh tepat di laut.
Sama
seperti gempa bumi, tsunami memiliki kecepatan yang tinggi, kecepatan tinggi
itu tergantung pada kedalaman laut. Kecepatannya akan meningkat saat tsunami
mencapai pantai. Perbandingan tinggi gelombang saat tsunami masih di laut dan
di pantai juga terlihat jelas. Dimana saat tsunami mencapai pantai, gelombang
yang terbentuk akan lebih tinggi dibandingkan dengan gelombang yang ada di
tengah laut. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan massa air yang terjadi di
pantai sehingga tingginya bisa mencapai puluhan meter dengan kecepatan yang
tinggi, sedangkan di tengah laut, tinggi gelombang hanya akan beberapa senti
saja. Sehingga kerusakan pada daerah pantai sangat tinggi.
Pada
beberapa Negara sudah dibangun sebuah alat untuk memprediksi timbulnya tsunami.
Secara umum, sistem peringatan dini ini dinamakan TWS atau Tsunami Warning
System. Sistem peringatan dini adalah sebuah sistem dimana bila ada gejala dari
sebuah bencana atau kemungkinan akan terjadi suatu bencana akan diinformasikan
ke suatu alat sehingga dapat meminimalisasi kerusakan. Ada dua jenis peringatan
dini tsunami. Yaitu peringatan dini regional dan peringatan dini internasional.
Untuk di Indonesia, sistem ini dinamakan InaTEWS (Indonesia Tsunami Early
Warning System). Gejala-gejala seperti gempa bumi yang berpusat di laut serta
titik pusat dimana terjadinya gempa akan terdeteksi oleh tsunami warning system.
Badan yang berwenang untuk mengelola data tersebut adalah BMKG yang berpusat di
Jakarta.
Terdapat
2 komponen utama yang ada di dalam InaTEWS. Pertama adalah komponen struktural
(sensor-sensor pendeteksi tsunami). Contohnya adalah seismometer, stasiun
pasang surut dan tsunami buoy. Seismometer dioprasikan oleh BMKG, sedangkan
stasiun pasang surut digunakan untuk mengukur keadaan muka air laut yang
dipasang di pantai atau di pelabuhan. Tsunami buoy adalah sebuah alat yang
dipasang di laut dalam. Di Indonesia sekarang menggunakan 4 jenis buoy yang
sedang beroperasi di perairan Indonesia, yaitu Buoy Tsunami Indonesia, Deep
Ocean Assessment and Reporting Tsunamis (DART) Amerika, German-Indonesian
Tsunami Warning System (GITWS) dan Buoy
Wavestan. Pada buoy ini terdapat OBU (Ocean Bottom Unit) dimana
nantinya alat inilah yang mendeteksi adanya gelombang yang berpotensi sebagai
tsunami yang lewat di atasnya. Komponen yang kedua adalah komponen cultural.
Contohnya adalah beberapa instansi seperti LIPI, Kementrian Dalam Negeri dan
Kementrian Komunikasi dan Informatika yang mempunyai tugas sebagai penyalur
informasi kepada masyarakat, persiapan sebelum bencana bahkan evaluasi dan
mengkaji pasca bencana.
sumber : http://wildancahyo.wordpress.com/2010/10/29/ina-tews/ |
Cara
Kerja Tsunami Warning System
sumber : http://netsains.net/2009/02/mengenal-sistem-peringatan-tsunami-indonesia/ |
Cara
kerja dari TWS ini terbilang cukup rumit, karena melibatkan banyak pihak
seperti badan regional, nasional, daerah, hingga internasional. Contohnya, bila
terjadi gempa, seismograf akan mencatat dan memberikan info tentang lokasi
gempa, besaran gempa, hingga waktunya. Lalu data tersebut akan diintegrasikan
pada DSS (Device Support System) sehingga dapat diketahui bahwa gempa tersebut
akankah berpotensi menjadi tsunami atau tidak. Data itu pun harus disamakan
dulu dengan data yang diperoleh dari buoy atau OBU. Bila data tersebut memang
berpotensi menimbulkan tsunami, maka BMKG akan mengeluarkan info peringatan
tsunami kepada masyarakat. Data dikirim secara aktif oleh OBU
melalui underwater acoustic modem yang nantinya akan sampai ke tsunami
buoy yang terpasang di permukaan laut. Kemudian, data yang diterima buoy akan
ditransmisikan via satelit ke pusat pemantau tsunami Read
Down Station (RDS) di
BPPT. Alat inilah yang berfungsi merekam kedatangan gelombang tsunami. lalu
diteruskan ke Warning Center di BMKG.
Dalam
InaTEWS, akan melakukan pengembangan sistem pengoprasian menggunakan kabel
bawah laut. Sistem ini merupakan solusi dari pengoprasian buoy yang sering kali
hilang atau rusak bahkan perawatan yang sulit. Sistem ini digunakan sebagai
komplemen, dimana buoy tidak usah mengambang di laut, namun berada di darat.
Meskipun begitu sensor yang digunakan tetap ada di dasar laut. Penghubung
antara sensor yang ada di dasar laut itu ke pantai, memakai kabel optik.
Keuntungan dari pemakaian kabel bawah laut, perawatannya yang dapat di pantau
dan dikendalikan dari darat. Berbeda dengan buoy yang bila ingin diperbaiki
harus mengirim kapal ke tengah laut. Namun,
pemasangan kabel ini mempunyai kelemahan, yaitu sulitnya menerapkan info kepada
masyarakat agar tidak merusak. Contohnya para nelayan dan
kapal-kapal yang melewati di atas kabel tersebut.